Tentang asal mula suku bangsa Dayak, banyak teori yang diterima adalah teori imigrasi bangsa
Cerita selanjutnya suku Dayak adalah tentang bagaimana mereka menghadapi gelombang-gelombang kelompok lain yang datang ke Kalimantan. Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman.
Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608). Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum)
Upacara kematian seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum)
Sebelum diberlakukannya hukum penyelenggaraan upacara kematian di kalangan Suku Dayak Maanyan atau Ot Danum, kematian hanya dianggap sebagai perpindahan dari dunia fana ke dunia baru. Suatu dunia yang lebih menyenangkan, hak milik pribadi atau sempurna oleh sebab itu orang Maanyan menyebutnya Tatau Matei (tatau:kaya, matei:mati). Jadi menurut mereka kematian hanyalah hal biasa saja yang dinamakan tulak miidar; miidar jalan; ngalih panguli hengka marunsia (pergi pindah; pindah jalan; mengalihkan kaki dari manusia) begitu sederhananya konsep kematian menurut mereka saat itu.
Konsep kematian seperti sekarang datang akibat dari perbuatan dan keinginan manusia itu sendiri.
Di zaman kehidupan tradisional Dayak Maanyan berlangsung ada seorang yang bernama Amang Mandur. Hidupnya serba kecukupan dan berlebihan oleh sebab itu ia diberi gelar Damang Datu Tatau. Amang Mandur ini mempunyai 7 orang isteri yang sangat setia kepadanya bernama Ine Lean, Ine Leo, Apen Payak, Apen Kangkuyu, Apen Kangkuyak, Dayang Manget dan Patiri Untu. Namun kekayaan yang serba kecukupan ini masih belum memberi kepuasan batin bagi hidupnya, ia sangat rindu untuk pergi ke dunia lain yang baru yaitu dunia yang diperuntukkan bagi mereka yang telah tatau matei. Keinginan yang begitu kuat ia beritahukan kepada semua istrinya bahwa kini telah tiba waktunya ia akan tatau matei. Pernyataan ini sangat mengherankan para istrinya karena usia Amang Mandur belum terlalu tua dan masih segar bugar. Tetapi karena keinginan ini diungkapkan dengan sungguh-sungguh mereka pun lalu mempercayai seraya mempersiapkan semua upacara pemberangkatan.
Setelah seluruh perlengkapan tatau matei sudah siap, mulailah Amang Mandur melangkah keluar rumah. Tetapi yang terjadi tubuh Amang Mandur tidak menghilang seperti kejadian tatau matei lainnya. Kejadian yang aneh itu dibiarkan oleh orang kampung, Amang Mandur terus berjalan semakin jauh memasuki hutan belantara sekelilingnya. Sehari semalam sudah berlalu tiba-tiba keesokan harinya Amang Mandur muncul dengan tertatih-tatih dan lemah lunglai naik ke atas rumah, hal ini tentu sangat mengejutkan para istrinya. Kemudian Amang Mandur bercerita bahwa ia tidak bisa menemukan jalan menuju dunia baru.
Salah seorang istrinya mengatakan bahwa peristiwa tatau matei tidak bisa dipercepat karena perasaan itu akan datang sendiri bila sudah tiba waktunya. Sejak saat itu Amang Mandur nampak sedih dan tidak bergairah menjalani hidup lebih lama lagi di dunia fana ini. Kerinduannya akan tatau matei rupanya begitu kuat dan sangat mempengaruhi hidupnya.
Akhirnya istrinya yang keenam Dayang Manget merasa kasihan lalu menyatakan pada suaminya bahwa ia mempunyai kekuatan untuk mendatangkan tatau matei tapi secara tidak wajar. Adapun caranya adalah dengan mendengar tangisannya terus menerus. Sebagai bukti ia akan menangisi pohon kelapa, Dayang Manget pun menghadap pohon kelapa tersebut lalu mulai menangisinya. Setelah ia menangis sementara orang selesai menyiapkan sirih kinangan (erang kemapit empa) mulailah berguguran buah pohon kelapa. Dan ketika ia menangis waktu orang mulai menginang (erang ka empa) daun-daun kelapa sudah layu semua berguguran. Kemudian saat ia menangis selama waktu orang menanak nasi (erang ka pangndru) keringlah pohon kelapa itu dan mati.
Dengan menyaksikan itu Amang Mandur bersedia ditangisi Dayang Manget asal ia bisa cepat pergi ke dunia baru yang diimpikannya. Amang Mandur pun mulai berbaring lurus lalu istrinya yang ketujuh bernama Patiri Untu membentangkan kain khusus dengan tali setinggi kira-kira 2,5 meter tepat di atas suaminya, kain ini nantinya akan dinamakan lalangit (sampai sekarang lalangit ini dibuat saat mayat berada di dalam rumah, baru dilepas kalau mayat sudah dikubur).
Pada saat itulah Dayang Manget menangisi suaminya dan tak lama Patiri Untu menanyai bagaimana keadaan suaminya, Amang Mandur menjawab kepalanya pusing sekali. Dayang Manget terus menangisinya, mulai ujung kaki terasa dingin dan perlahan-lahan terus menjalar ke bagian atas tubuh sampai kepala. Tak lama sesudahnya ternyata suaminya sudah tidak bernyawa lagi. Inilah yang nantinya akan disebut tatau matei neng bangkai yang artinya mati meninggalkan mayat. Kematian Amang Mandur ini merupakan kematian pertama yang mayatnya tidak hilang.
Dengan adanya kematian yang tetap meninggalkan mayat inilah akhirnya menimbulkan hukum untuk melangsungkan upacara kematian yang berkenaan dengan pengurusan mayat yang ada serta sebagai pengantar jalan bagi roh yang meninggalkan tubuh.
30 Juli 2012 pukul 18.34
Selama ini banyak sekali versi mengenai asal-usul nenek moyang bangsa Dayak. Ada yang mengatakan berasal dari provinsi yunan (cina), mongolia, taiwan, filipina, bahkan madagaskar. kebanyakan dari kita mengakui bangsa lain sebagai leluhur kita karena kurang percaya diri menjadi orang Dayak yang sejati.
Beberapa teori yang mengatakan leluhur bangsa Dayak berasal dari luar kalimantan merupakan salah satu konspirasi bangsa luar yang ingin membuat bangsa Dayak terusir dari tanah leluhurnya.karena menurut teori yang mereka rekayasa bangsa Dayak adalah imigran dari luar kalimantan.
Itu artinya bangsa Dayak adalah bangsa pendatang dan tidak berhak mengusir bangsa lain yang juga tinggal di kalimantan karena sama-sama pendatang, dan tidak boleh mengklaim penduduk asli kalimantan. maka dari itu jika ada orang Dayak yang percaya dan mengatakan leluhur bangsa Dayak berasal dari luar kalimantan maka saya perkenankan orang tersebut untuk tinggal di tanah leluhurnya di luar pulau kalimantan, entah di cina, mongolia atau madagaskar karena dia percaya leluhurnya berasal dari daerah tersebut. Saya sebagai orang Dayak percaya dengan bukti yang tidak terbantahkan lagi bahwa leluhur bangsa Dayak berasal dari bangsa Dayak sendiri. Ada 3 aspek identitas bangsa Dayak yang tidak dapat disamakan dengan bangsa lain.
Pertama adalah sistem kepercayaan kepada pencipta, bangsa Dayak menganut sistem kepercayaan kepada satu Tuhan (monotheisme),
bukan kepada dewa atau dewi, bukan pula kepada binatang atau atau tumbuhan. Tuhan dalam bahasa Dayak berbeda sebutannya misalnya Jubata, ranying hatalla, petala dan lain-lain sesuai dengan bahasa sub suku Dayak tersebut. Kedua, adalah adat istiadat baik upacara adat untuk penyembuhan/pengobatan, pertanian, dan berbagai ritual kepercayaan yang ada di masyarakat Dayak jelas sangat berbeda dengan bangsa lain misalnya bangsa tionghoa, mongolia atau madagaskar,karena adat istiadat erat kaitannya dengan kepercayaan. Ketiga, bahasa dan kesenian, dimanakah letak kesamaan bahasa dan kesenian bangsa Dayak dengan bangsa lain misalnya tionghoa,sehingga dapat kita katakan bangsa kita berasal dari yunan??
apakah bahasa bangsa Dayak yang sama dengan bangsa tiongkok? apakah tarian, pakaian dan senjata tradisional bangsa Dayak sama dengan bangsa tionghoa, madagaskar atau bangsa lain?
jawaban dari semuanya tidak sama. karena Dayak adalah Dayak, jangan percaya dengan konspirasi yang mengatakan bangsa Dayak adalah imigran, kecuali orang tersebut ingin mengusir bangsanya sendiri dari tanah kalimantan atau memang dia bukan orang Dayak.